Senin, 17 Maret 2014

MEMBANGUN MANUSIA CERDAS SEJAK DALAM KANDUNGAN




Disusun oleh :
Siti Muzaro’ah, S.Pd.Si
NIM. 13709259012

Abstrak

            Mitos seputar kehamilan memang sudah sering kita dengar. Misalnya, ketika seorang wanita hamil menertawakan, menghina, mencaci sesuatu yang tidak ia senangi maka janin setelah lahir berubah seperti yang di lakukan ibunya semasa mangandung. Ada juga mitos yang saat hamil membunuh monyet, setelah lahir anaknya mirip dengan monyet, dan berbagai mitos janin di kandungan yang berkembang di masyarakat. Itulah sebagian kecil mitos yang berkembang di masyarakat. Bagaimana menurut para filosof? Bagaimana menurut pakar ilmiah?
            Berbicara mengenai kecerdasan, tak terlepas dari bagaimana proses pendidikan yang diberikan. Pendidikan tidak hanya dilakukan setelah lahir tetapi bisa disiapkan sejak dalam kandungan. Berbagai cara bisa dilakukan diantaranya dengan melakukan stimulasi berupa suara, usapan, dan kasih sayang. Kecerdasan ada beberapa macam diantaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, ketiga jenis kecerdasan ini diupayakan agar seimbang ada dalam diri manusia.
            Metode yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah dengan kajian pustaka dan melakukan analisis teoritis. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dalam upaya membangun manusia indonesia yang cerdas sejak dini bahkan sejak dalam kandungan.


  
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Suara tangisan bayi yang pertama kali terdengar sesaat setelah dilahirkan benar benar merubah suasana mencekam menjadi kebahagiaan, suasana tegang menjadi cair, suasana panas menjadi dingin, raut muka muram menjadi senyum, jeritan menjadi senyuman. Begitulah, itu baru reaksi sesaat setelah bayi dilahirkan di dunia. Bagi manusia di sekitarnya merupakan kebahagiaan yang luar biasa, terutama bagi orangtua yang sangat mengharapkan kehadirannya. Namun, bagaimana dengan si Bayi yang dilahirkan itu? Apakah ia bahagia? Apakah ia senang terlahir ke dunia? Ataukah sebaliknya? Karena yang kita dengar adalah suara tangisannya bukan senyumannya ataupun tertawanya. Hanya Tuhan yang Tahu, dan bayi yang belum bisa berkata-kata itupun entah tahu atau tidak karena ia telah berada dalam ruang dan waktu yang berbeda.
Sekelumit cerita diatas menggambarkan bagaimana suasana hati seseorang disaat yang sama, saat menghadapi masalah yang sama, saat bersama dalam sebuah ruangan, ternyata tidaklah menjamin kesamaan hati kesamaan pikiran dan juga kesamaan perasaan. Karena ada faktor utama pembeda perasaan itu, yang berada dalam diri manusia masing-masing, yang tidak mungkin dipakai bersama, apakah itu? Hati itulah penyebabnya. Tuhan mengkaruniakan hati untuk membuat sebab musabab manusia berbeda dengan manusia yang lainnya.
Sehari dua hari berlalu, seminggu dua minggu berlalu, sebulah dua bulan berlalu, bahkan setahun banyak tahun berlalu, terasa ada perbedaan dengan situasi awal ketika bayi itu dilahirkan. Sungguh sangat berbeda, bahkan jika diukur menggunakan busur derajat bisa hampir berubah 180o.  Atau jika diukur dengan persentase, diatas 50% kondisi telah berubah. Yang tadinya senyuman menjadi tangisan, yang tadinya suasana dingin menjadi panas, yang tadinya ceria menjadi muram. Ada apakah gerangan? Karena si bayi yang hatinya masih bersih dulu itu telah menjadi sesosok anak yang hatinya mulai ternoda, hatinya mulai ada titik hitam, yang semakin lama akan semakin banyak sehingga hatipun tak lagi sebersih dahulu.
Inilah fenomena kehidupan di dunia. Kehidupan sementara yang terkadang dianggap kehidupan yang kekal atau absolut. Butuh kecerdasan pikiran maupun kecerdasan hati untuk tetap selamat mengarungi dunia. Mengapa? Karena segala tindakan kita di dunia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta, apakah kita telah secara cerdas memanfaatkan jatah usia kita di dunia ataukah sebaliknya? Apakah kita telah secara cerdas berbuat hal hal yang baik dan bermanfaat di dunia? Apakah kita telah mempersiapkan dengan cerdas bekal yang akan kita bawa di kehidupan setelah mati nanti?
Sejenak marilah kita merenung, untuk segala yang diamanahkan Tuhan kepada kita apakah akan kita sia-siakan atau akan kita manfaatkan sebaik baiknya sebagai amal jariyah kita? Jika kita ingin bermanfaat maka mulai detik ini marilah kita membangun diri kita supaya menjadi sosok pembangun, minimal pembangun diri dan akan menjadi lebih baik jika mampu membangun di luar diri kita. Mengingat pentingnya upaya membangun manusia cerdas yang tahu akan diri dan perannya maka dalam makalah ini selanjutnya akan dibahas mengenai : Bagaimana cara membangun manusia yang cerdas sejak dini?
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, hal yang akan dibahas selanjutnya adalah :
1.      Bagaimana Pandangan Para Filosof Mengenai Teori Kecerdasan?
2.      Bagaimana Cara Membangun Kecerdasan (EISQ) Sejak Dalam Kandungan?
3.      Bagaimana Cara Meningkatkan Kecerdasan (EISQ)?
BAB II
PEMBAHASAN
A.      TEORI KECERDASAN BERDASARKAN PARA FILOSOF.
Seorang ibu mengandung selama 9 bulan bukan berarti tinggal pasif menerima takdir  sampai terlahir anaknya ke dunia, anaknya mau baik mau nakal mau soleh mau solehah itu sudah ketentuanNya, jadi tidak perlu melakukan hal-hal yang nantinya akan membuat kualitas anak sesuai yang diharapkan. Itu pendapat yang salah besar, mengapa? tanaman saja dipupuk supaya subur, ayam saja dipilihkan telur yang bagus supaya setelah dierami menghasilkan ayam yang bagus, apalagi manusia? Manusia yang baik juga perlu disiapkan mulai dari memilih pasangan, mulai dalam kandungan, dan pendidikan sejak dini. Berikut pandangan beberapa filosof mengenai manusia dan kecerdasan.
Pandangan Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat Modern yang menempatkan manusia dengan segala kemampuan rasionalnya sebagai subject yang sentral dalam pemecahan masalah dunia. Rasionalitas menjadi ukuran tunggal kebenaran, tolak ukur dari segala sesuatu. Jadi pandangan descartes terhadap manusia adalah Humanisme atau antroposenterisme. Ia memandang berpikir positif kepada diri dan rasio manusia dalam membangun dunia kearah yang lebih baik. (Agung Rahma)
Berdasarkan pandangan diatas, kecerdasan intelektual menjadi hal yang paling utama dalam membangun dunia, tanpa memperhatikan ada kecerdasan lain yang harus menyertainya. Sehingga dipastikan bahwa ketimpangan pasti akan terjadi karena kurangnya keseimbangan kecerdasan. Bagaimana jika rasionya hebat tetapi hatinya jahat? Bisa jadi malah kehancuran yang terjadi.
Arthur Scopenheour (1788-1868) mengemukakan pendapat yang berlawanan, ia adalah seorang filosof pesimistis. Berlawanan  dengan  filosof-filosof sebelumnya seperti Descartes yang menyatakan bahwa  hakikat jiwa manusia adalah intelek atau rasio. Scopenheour mengkritik pandangan tersebut yang dianggapnya terlalu menyembunyikan sisi gelap dari diri manusia. Ia beranggapan bahwa rasio dan kesadaran pada hakikatnya hanyalah permukaan dari jiwa kita. Dibawah intelek/rasio terdapat kehendak(nafsu) yang tidak sadar. Suatu Daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dari keinginan yang kuat. Rasio kadang-kadang memang mengendalikan kehendak namun hanya sebagai pembantu yang mendorong tuannya. (Agung Rahma)
Pendapat yang kedua mulai melirik ranah hati dan nafsu disamping rasio sebagai ujung tombak manusia dalam memecahkan atau menghancurkan masalah dunia. Ia memandang bahwa terjadinya perang dalam setiap episode sejarah dan banyaknya pembunuhan dan kejahatan merupakan bukti bahwa rasio manusia merupakan alat dari kehendak buta (nafsu). Sehingga ia berpandangan pesimis terhadap masa depan umat manusia yang akan cerah dan baik. Ia lebih cenderung melihat masa depan umat manusia suram dan gelap dengan banyak pertumpahan darah dan kekerasan. Filsafat Scopenheour merupakan filsafat yang kelam dan pesimis yang menafikan dan meniadakan unsur dan potensi kebaikan yang besar dalam diri manusia. Pandangannya terlalu berat sebelah kepada sisi negatif manusia.
Heideiger (1889- 1976) memandang dengan perkembangan teknologi informasi (TV, Internet, Game) yang semakin maju di zaman sekarang memungkinkan manusia untuk hidup didalam satu ruang, dimana mitos atau ada telah melebur didalam dunia citraan.  Dalam ruang postmodern representasi media massa, dalam televisi merupakan sebuah ajang bagi subjek untuk mencari dan menyatakan eksistensinya didunia…”. (Agung Rahma)
Dalam hal ini, Heideiger memandang bahwa Televisi, Internet, Game menjadi tuntunan bukan tontonan lagi. Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang lebih parah lagi, banyak yang berlomba lomba masuk TV dengan menggadaikan kehormatannya. Ajaran yang disampaikan melalui media lebih efektif daripada melalui jalur formal seperti sekolah dan lembaga ilmu lainnya. Sehingga terkadang apa yang diajarkan TV dan Internet lebih dianut dan ditiru anak-anak daripada ajaran orangtuanya.

Dalam kaitannya dengan anak, Al-Ghazali menjelaskan bahwa:

mereka adalah makhluk yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabi’at dasarnya yang memang cenderung kepada agama Islam. Al-Ghazali membagi manusia kedalam dua golongan besar, yaitu golongan awam dan golongan khawas, yang daya tangkapnya tidak sama. Kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir terebut,mereka tidak dapat mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk. Kaum pilihan, yang akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam. Kepada kaum pilihan tersebut, harus dihadapi dengan sikapmenjelaskan hikmat-hikmat. Biasanya kaum awam membaca apa yang tersurat dan kaum khawas, membaca apa yang tersirat”. (Muh Fatih Rusydi S)

B.            MEMBANGUN MANUSIA CERDAS (EISQ) SEJAK DALAM KANDUNGAN
Salah satu parameter kualitas seseorang adalah kecerdasannya, ada kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional. Alangkah baiknya jika ketiganya seimbang berada dalam diri seseorang. Untuk menghasilkan kualitas seperti itu dibutuhkan usaha keras dan tidak sembarangan. Butuh ketelatenan dan tentunya butuh ilmu untuk melaksanakannya. Ada kalanya ada anak yang cerdas secara intelektual tetapi kecerdasan emosionalnya sangat kurang sehingga menjadi anak cerdas dan pemarah. Ada juga anak yang tingkat kepekaan sosialnya bagus emosionalnya bagus tetapi memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, akhirnya dia merasa minder di sekolah dan sering direndahkan dengan temannya untuk masalah pelajaran. Ada juga yang kecerdasan spiritualnya bagus namun kepekaan sosialnya kurang sehingga dia menjadi anak yang religius namun egois bahkan tertutup dengan yang lainnya.
Keseimbangan antara kecerdasan emosional, intelektual, hati, dan spiritual sangat penting untuk diupayakan dimiliki oleh seseorang. Berikut ini merupakan pendapat mengenai definisi beberapa jenis kecerdasan.
1.      Kecerdasan intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual,analisis,logika,dan rasio seseorang. IQ merupakan kecerdasan otak untuk menerima,menyimpan,dan mengolah informasi menjadi fakta.
2.      Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti & menerima makna pada apa yang dihadapi dalam kehidupan,sehingga seseorang akan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan di masyarakat.
3.      Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain,kemampuan memotivasi diri sendiri,serta kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri & orang lain. (Setiyo Nugroho)
Seseorang yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang diperoleh sehingga ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberikan sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi parasimpatis. Jika seseorang sudah tenang karena aliran darah sudah teratur,maka seseorang akan dapat berfikir secara optimal (IQ) sehingga lebih tepat mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati tidak cukup dengan IQ dan EQ saja, tetapi SQ juga sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Orang sukses tidak hanya cukup dengan kecerdasan intelektual tetapi juga perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira,dapat bekerja dengan orang lain, punya motivasi kerja, dan bertanggung jawab.Selain itu kecerdasan spiritual juga diperlukan agar merasa bertakwa, berbakti, dan mengabdi secara tulus, luhur, dan tanpa pamrih.
                                                                                                                                                
Terlihat bahwa untuk menghasilkan anak yang memiliki kecerdasan yang sempurna memang tidak mungkin, tetapi bisa diusahakan agar mendekati. Bukankah sesuatu yang sempurna hanyalah Tuhan? Sebagai manusia hanya dituntut untuk berusaha dengan mengoptimalkan segala usaha lahir dan bathin.
Al Gazali dalam (M Fatih RS) telah mebagi fase perkembangan anak menjdi 5 fase:
1.      Al Janin, tingkat anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan setelah adanya roh dari Alloh SWT, pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan dengan istilah “prenatal” atau juga dapat dilakukan sebelum anak iyu menjadi janin yang disebut dengan pendidikan “prakonsepsi”.
2.      Al Tifli, tingkat anak-anak dengan memperbanyak latihan dan kebiasaan sehingga mengetahui aktivitas yang baik dan buruk.
3.      Al Tamyis, yaitu tingkat anak yang dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk, bahkan akal pikirannya telah berkembang sedemikian rupa sehingga dapat memahami ilmu.
4.      Al-‘aqil, yaitu tingkat manusia yang berakal sempurna bahkan akalnya berkembang secara maksimal sehingga mampu menguasai ilmu dlaluri.
5.      Al-Auliya’ dan Al-Anbiya’, yaitu tingkat tertinggi pada perkembanganmanusia, bagi para Nabi ia telah mendapat ilmu pengetahuan lewatwahyu, dan bagi para Wali Ia mendapatkan ilmu pengetahuan ilham danilmu laduni yang tidak dapat diberikan pada orang biasa.


Beberapa sumber bahwa untuk mencerdaskan intelektual anak sejak dalam kandungan bisa dilakukan mulai usia kandungan 4 bulan. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan mendengarkan musik klasik, mengajak komunikasi, melakukan sentuhan, serta mengkondisikan suasana hati agar tenang dan bahagia.
Menurut Dr Ahmad Fauzin SpA, bahwa kecerdasan tergantung dari kualitas otak anak. Sedangkan kualitas otak anak dalam kandungan dipengaruhioleh hal-hal sebagai berikut :
1.      Perkembangan dalam kandungan, meliputi kebutuhan nutrisi yang tercukupi dan tidak menderita penyakit yang mengganggu perkembangan janin
2.      Kasih sayang atau penerimaan, baik dari sang ibu juga keluarga
3.      Perhatian penuh dari Sang Ibu: di tunjukkan dengan cara memberikan stimulus dan sentuhan secara sengaja, mengkondisikan hati supaya tenang dan gembira karena secara emosional akan terjadi kontak, jika ibunya senng dalam darahnya akan melepaskan zat-zat rasa senang sehingga bayi dalam kandungan juga akan merasa senang, dan sebaliknya. Juga memberikan stimuli berupa suara-suara elusan dan nyanyian yang disukai ibu karena akan membangkitkan rasa senang.

C.       CARA  MENINGKATKAN KECERDASAN (EISQ)

Berikut merupakan tips Tips Meningkatkan IQ, diantaranyamakan secara teratur,dan makan makanan yang banyak mengandung nutrisi untuk kesehatan Otak, Istirahat yang cukup (tidur 8 jam setiap malam), motivasi diri untuk selalu optimis dan hilangkan rasa malas, selalu berfikir positif, kembangkan keterampilan Otak dengan kegiatan puzzle, batasi waktu yang tidak berguna,misalnya bermain secara berlebih.
Berikut merupakan tips meningkatkan SQ diantaranya sering melakukan mawas diri dan renungkan mengenai diri sendiri,kaitan hubungan dengan orang lain,serta peristiwa yang dihadapi, mengenali tujuan,tanggung jawab, hak, dan kewajiban hidup, menumbuhkan kepedulian,kasih sayang,dan kedamaian, mengambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan mutu kehidupan, mengembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh / jangan egois, belajar mempunyai rasa rendah hati di hadapan Allah dan sesama manusia.
Berikut Tips Meningkatkan EQ diantaranya memahami dan merasakan perasaan diri sendiri, selalu mendidik diri agar dapat bertahan dalam situasi sulit, menghadapi dunia luar tanpa rasa takut, berusaha untuk memecahkan masalah sendiri, menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, menanamkan rasa hormat pada orang lain,kerja sama, dan semangat kerja tim, jangan menilai atau mengubah perasaan terlalu cepat / plin-plan / tidak punya pendirian, Jangan mudah menyerah, dan yakin setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di bagian sebelumya dapat disimpulkan bahwa untuk menjadikan seseorang cerdas secara sempurna atau mendekati sempurna membutuhkan proses yang tidak hanya lama tetapi juga telaten, syarat ilmu, dan penuh perjuangan. Sejak dalam kandungan, biasakan ibu untuk mendengarkan hal hal yang baik misalnya lantunan ayat suci, musik klasik yang nyaman. Biasakan pula untuk mengajak komunikasi untuk mencurahkan kasih sayang. Biasakan menjaga hati dan emosi karena secara langsung dapat mempengaruhi kondisi hati dan emosi bayi. Selain usaha fisik berupa makan makanan bergizi dan halal, periksa ke dokter kandungan, berolahraga, dan sebagainya.
Bahwa tidak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna sudah mengindikasikan  bahwa makalah ini-pun jauh dari sempurna. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan juga bagi pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ahmad Fauzin, SpA. Menyiapkan Bayi Cerdas Sejak Dalam Kandungan. Diakses di : http://www.mitrakeluarga.com/waru/menyiapkan-bayi-cerdas-sejak-dari-dalam-kandungan
Agung Rahma. Filsafat Tentang Manusia.Diakses di : http://xiahougunkz. blogspot. com/ 2013/01/pandangan-filsafat-tentang-manusia.htmlPANDANGAN
Setiyo Wibowo. Tips Meningkatkan IQ,SQ,DAN EQ. http://setiyo11.heck.in/kecerdasan-intelektual-spiritualdan-emos.xhtml

Senin, 10 Maret 2014

Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu pendidikan : Matematika Dari Berbagai Sudut Pandang


MATEMATIKA DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG

Matematika, satu kata beribu makna. Itulah istilah yang tepat disampaikan berkaitan dengan ilmu yang kami dapat saat perkuliahan Filsafat Ilmu yang disampaikan Prof. Dr. Marsigit pada hari selasa 4 maret 2013. Mengapa demikian? Karena jika berdasarkan pendapat para filsuf, matematika memiliki arti yang beraneka ragam.
Matematika adalah ilmu tentang bicara, itu menurut Thales, berbicara mengenai apa tentunya mengenai perhitungan angka dan simbolnya.Matematika adalah abstrak, absolut, kalau ini menurut Plato, yang melihat bahwa objek matematika berupa sesuatu yng abstrak dan absolut. Sedangkan Phytagoras memandang bahwa matematika adalah ilmu yang koheren.
Bukan hanya itu, ada pula yang mengartikan matematika adalah logika, postulat, apodiktif, silogisme, aksioma, itu menurut pendapat Aristoteles. Sedangkan Euclids memandang bahwa matematika adalah aksiomatis, geometri, deduktif. Lain lagi dengan Bacon yang mengatakan baha matematika adalah empiris, kongkrit.
Masing masing tokoh filsuf memandang matematika dari sudut pandang mereka masing masing, kitapun bisa mendefiniskan matematika itu apa? Yang jelas semua tergantung ruang dan waktu. Sebagai gambaran saat kita merasa sulit belajar matematika maka kita mengatakan bahwa matematika itu sulit dan membuat bingung. Saat kita enjoy belajar matematika dan berhasil memperoleh nilai sempurna dalam ujian matematika maka kita akan mengatakan bahwa matematika itu menyenangkan. Dua sudut pandang yang berbeda tergantung ruang dan waktu.,
Ada lagi yang berpendapat bahwa matematika  adalah bahasa, itu pendapat dari Wittgenstein. Mungkin dia memandang bahwa matematika sebagai bahasa karena mampu menjadi alat komunikasi walaupun dngan simbol. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan saat ini maka dikenal adanya istilah konstruktivism yaitu sebuah paham yang mengatakan bahwa belajar adalah sebuah proses menyusun atau mengkonstruk pengetahuan sendiri. Nah matematika pun dikatakan sebagai konstruktivism oleh filsuf Paul Ernest, Piaget. Dan menurut Ebbut dan Straker, jika dikaitkan dengan pendidikan maka matematika merupakan komunikasi, investigasi, dan problem solving.
Demikian refleksi perkuliahan filsafat ilmu pendidikan yang membahas mengenai sudut pandang matematika dari berbagai sumber, terutama pendapat dari para filosof.