Disusun oleh :
Siti Muzaro’ah, S.Pd.Si
NIM. 13709259012
Abstrak
Mitos
seputar kehamilan memang sudah sering kita dengar. Misalnya, ketika seorang wanita hamil menertawakan, menghina, mencaci
sesuatu yang tidak ia senangi maka janin setelah lahir berubah seperti yang di
lakukan ibunya semasa mangandung. Ada juga mitos yang saat hamil membunuh
monyet, setelah lahir anaknya mirip dengan monyet, dan berbagai mitos janin di
kandungan yang berkembang di masyarakat. Itulah sebagian kecil mitos yang
berkembang di masyarakat. Bagaimana menurut para filosof? Bagaimana menurut
pakar ilmiah?
Berbicara
mengenai kecerdasan, tak terlepas dari bagaimana proses pendidikan yang
diberikan. Pendidikan tidak hanya dilakukan setelah lahir tetapi bisa disiapkan
sejak dalam kandungan. Berbagai cara bisa dilakukan diantaranya dengan
melakukan stimulasi berupa suara, usapan, dan kasih sayang. Kecerdasan ada
beberapa macam diantaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual, ketiga jenis kecerdasan ini diupayakan agar seimbang ada
dalam diri manusia.
Metode yang
dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah dengan kajian pustaka dan
melakukan analisis teoritis. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dalam
upaya membangun manusia indonesia yang cerdas sejak dini bahkan sejak dalam
kandungan.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Suara
tangisan bayi yang pertama kali terdengar sesaat setelah dilahirkan benar benar
merubah suasana mencekam menjadi kebahagiaan, suasana tegang menjadi cair,
suasana panas menjadi dingin, raut muka muram menjadi senyum, jeritan menjadi
senyuman. Begitulah, itu baru reaksi sesaat setelah bayi dilahirkan di dunia.
Bagi manusia di sekitarnya merupakan kebahagiaan yang luar biasa, terutama bagi
orangtua yang sangat mengharapkan kehadirannya. Namun, bagaimana dengan si Bayi
yang dilahirkan itu? Apakah ia bahagia? Apakah ia senang terlahir ke dunia?
Ataukah sebaliknya? Karena yang kita dengar adalah suara tangisannya bukan
senyumannya ataupun tertawanya. Hanya Tuhan yang Tahu, dan bayi yang belum bisa
berkata-kata itupun entah tahu atau tidak karena ia telah berada dalam ruang
dan waktu yang berbeda.
Sekelumit
cerita diatas menggambarkan bagaimana suasana hati seseorang disaat yang sama,
saat menghadapi masalah yang sama, saat bersama dalam sebuah ruangan, ternyata
tidaklah menjamin kesamaan hati kesamaan pikiran dan juga kesamaan perasaan.
Karena ada faktor utama pembeda perasaan itu, yang berada dalam diri manusia
masing-masing, yang tidak mungkin dipakai bersama, apakah itu? Hati itulah
penyebabnya. Tuhan mengkaruniakan hati untuk membuat sebab musabab manusia
berbeda dengan manusia yang lainnya.
Sehari
dua hari berlalu, seminggu dua minggu berlalu, sebulah dua bulan berlalu, bahkan
setahun banyak tahun berlalu, terasa ada perbedaan dengan situasi awal ketika
bayi itu dilahirkan. Sungguh sangat berbeda, bahkan jika diukur menggunakan
busur derajat bisa hampir berubah 180o. Atau jika diukur dengan persentase,
diatas 50% kondisi telah berubah. Yang tadinya senyuman menjadi tangisan, yang
tadinya suasana dingin menjadi panas, yang tadinya ceria menjadi muram. Ada
apakah gerangan? Karena si bayi yang hatinya masih bersih dulu itu telah
menjadi sesosok anak yang hatinya mulai ternoda, hatinya mulai ada titik hitam,
yang semakin lama akan semakin banyak sehingga hatipun tak lagi sebersih
dahulu.
Inilah
fenomena kehidupan di dunia. Kehidupan sementara yang terkadang dianggap kehidupan
yang kekal atau absolut. Butuh kecerdasan pikiran maupun kecerdasan hati untuk
tetap selamat mengarungi dunia. Mengapa? Karena segala tindakan kita di dunia
akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta, apakah kita telah secara
cerdas memanfaatkan jatah usia kita di dunia ataukah sebaliknya? Apakah kita
telah secara cerdas berbuat hal hal yang baik dan bermanfaat di dunia? Apakah
kita telah mempersiapkan dengan cerdas bekal yang akan kita bawa di kehidupan
setelah mati nanti?
Sejenak
marilah kita merenung, untuk segala yang diamanahkan Tuhan kepada kita apakah
akan kita sia-siakan atau akan kita manfaatkan sebaik baiknya sebagai amal
jariyah kita? Jika kita ingin bermanfaat maka mulai detik ini marilah kita
membangun diri kita supaya menjadi sosok pembangun, minimal pembangun diri dan
akan menjadi lebih baik jika mampu membangun di luar diri kita. Mengingat
pentingnya upaya membangun manusia cerdas yang tahu akan diri dan perannya maka
dalam makalah ini selanjutnya akan dibahas mengenai : Bagaimana cara membangun
manusia yang cerdas sejak dini?
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas, hal yang akan dibahas selanjutnya adalah :
1. Bagaimana
Pandangan Para Filosof Mengenai Teori Kecerdasan?
2. Bagaimana
Cara Membangun Kecerdasan (EISQ) Sejak Dalam Kandungan?
3. Bagaimana
Cara Meningkatkan Kecerdasan (EISQ)?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
TEORI
KECERDASAN BERDASARKAN PARA FILOSOF.
Seorang
ibu mengandung selama 9 bulan bukan berarti tinggal pasif menerima takdir sampai terlahir anaknya ke dunia, anaknya mau
baik mau nakal mau soleh mau solehah itu sudah ketentuanNya, jadi tidak perlu
melakukan hal-hal yang nantinya akan membuat kualitas anak sesuai yang
diharapkan. Itu pendapat yang salah besar, mengapa? tanaman saja dipupuk supaya
subur, ayam saja dipilihkan telur yang bagus supaya setelah dierami
menghasilkan ayam yang bagus, apalagi manusia? Manusia yang baik juga perlu
disiapkan mulai dari memilih pasangan, mulai dalam kandungan, dan pendidikan
sejak dini. Berikut pandangan beberapa filosof mengenai manusia dan kecerdasan.
Pandangan Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat Modern yang
menempatkan manusia dengan segala kemampuan rasionalnya sebagai subject yang
sentral dalam pemecahan masalah dunia. Rasionalitas menjadi ukuran tunggal
kebenaran, tolak ukur dari segala sesuatu. Jadi pandangan descartes terhadap
manusia adalah Humanisme atau antroposenterisme. Ia memandang berpikir positif
kepada diri dan rasio manusia dalam membangun dunia kearah yang lebih baik. (Agung Rahma)
Berdasarkan pandangan diatas, kecerdasan intelektual
menjadi hal yang paling utama dalam membangun dunia, tanpa memperhatikan ada
kecerdasan lain yang harus menyertainya. Sehingga dipastikan bahwa ketimpangan
pasti akan terjadi karena kurangnya keseimbangan kecerdasan. Bagaimana jika
rasionya hebat tetapi hatinya jahat? Bisa jadi malah kehancuran yang terjadi.
Arthur Scopenheour (1788-1868) mengemukakan pendapat yang
berlawanan, ia adalah seorang filosof pesimistis. Berlawanan dengan
filosof-filosof sebelumnya seperti Descartes yang menyatakan bahwa hakikat jiwa manusia adalah intelek atau
rasio. Scopenheour mengkritik pandangan tersebut yang dianggapnya terlalu
menyembunyikan sisi gelap dari diri manusia. Ia beranggapan bahwa rasio dan kesadaran
pada hakikatnya hanyalah permukaan dari jiwa kita. Dibawah intelek/rasio
terdapat kehendak(nafsu) yang tidak sadar. Suatu Daya atau kekuatan hidup yang
abadi, suatu kehendak dari keinginan yang kuat. Rasio kadang-kadang memang
mengendalikan kehendak namun hanya sebagai pembantu yang mendorong tuannya. (Agung Rahma)
Pendapat yang
kedua mulai melirik ranah hati dan nafsu disamping rasio sebagai ujung tombak
manusia dalam memecahkan atau menghancurkan masalah dunia. Ia memandang bahwa terjadinya
perang dalam setiap episode sejarah dan banyaknya pembunuhan dan kejahatan
merupakan bukti bahwa rasio manusia merupakan alat dari kehendak buta (nafsu).
Sehingga ia berpandangan pesimis terhadap masa depan umat manusia yang akan
cerah dan baik. Ia lebih cenderung melihat masa depan umat manusia suram dan
gelap dengan banyak pertumpahan darah dan kekerasan. Filsafat Scopenheour
merupakan filsafat yang kelam dan pesimis yang menafikan dan meniadakan unsur
dan potensi kebaikan yang besar dalam diri manusia. Pandangannya terlalu berat
sebelah kepada sisi negatif manusia.
Heideiger (1889- 1976) memandang dengan perkembangan teknologi
informasi (TV, Internet, Game) yang semakin maju di zaman sekarang memungkinkan
manusia untuk hidup didalam satu ruang, dimana mitos atau ada telah melebur
didalam dunia citraan. Dalam ruang
postmodern representasi media massa, dalam televisi merupakan sebuah ajang bagi
subjek untuk mencari dan menyatakan eksistensinya didunia…”. (Agung Rahma)
Dalam
hal ini, Heideiger memandang bahwa Televisi, Internet, Game menjadi tuntunan bukan
tontonan lagi. Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang lebih parah lagi, banyak
yang berlomba lomba masuk TV dengan menggadaikan kehormatannya. Ajaran yang
disampaikan melalui media lebih efektif daripada melalui jalur formal seperti
sekolah dan lembaga ilmu lainnya. Sehingga terkadang apa yang diajarkan TV dan
Internet lebih dianut dan ditiru anak-anak daripada ajaran orangtuanya.
Dalam kaitannya dengan anak, Al-Ghazali menjelaskan bahwa:
“mereka adalah makhluk yang telah
dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah. Fitrah itu sengaja
disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabi’at dasarnya yang memang cenderung kepada agama Islam. Al-Ghazali membagi manusia kedalam
dua golongan besar, yaitu golongan awam dan golongan
khawas, yang daya tangkapnya tidak sama. Kaum awam,
yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir terebut,mereka tidak dapat mengembangkan hakikat-hakikat.
Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi
dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk.
Kaum pilihan, yang akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam.
Kepada kaum pilihan tersebut, harus dihadapi dengan sikapmenjelaskan
hikmat-hikmat. Biasanya kaum awam membaca apa yang tersurat dan kaum khawas,
membaca apa yang tersirat”. (Muh Fatih Rusydi S)
Salah
satu parameter kualitas seseorang adalah kecerdasannya, ada kecerdasan
intelektual, spiritual dan emosional. Alangkah baiknya jika ketiganya seimbang
berada dalam diri seseorang. Untuk menghasilkan kualitas seperti itu dibutuhkan
usaha keras dan tidak sembarangan. Butuh ketelatenan dan tentunya butuh ilmu
untuk melaksanakannya. Ada kalanya ada anak yang cerdas secara intelektual
tetapi kecerdasan emosionalnya sangat kurang sehingga menjadi anak cerdas dan
pemarah. Ada juga anak yang tingkat kepekaan sosialnya bagus emosionalnya bagus
tetapi memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, akhirnya dia merasa minder di
sekolah dan sering direndahkan dengan temannya untuk masalah pelajaran. Ada
juga yang kecerdasan spiritualnya bagus namun kepekaan sosialnya kurang
sehingga dia menjadi anak yang religius namun egois bahkan tertutup dengan yang
lainnya.
Keseimbangan
antara kecerdasan emosional, intelektual, hati, dan spiritual sangat penting
untuk diupayakan dimiliki oleh seseorang. Berikut ini merupakan pendapat mengenai
definisi beberapa jenis kecerdasan.
1.
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual,analisis,logika,dan
rasio seseorang. IQ merupakan kecerdasan otak untuk menerima,menyimpan,dan
mengolah informasi menjadi fakta.
2.
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang
untuk mengerti & menerima makna pada apa yang dihadapi dalam
kehidupan,sehingga seseorang akan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi
persoalan di masyarakat.
3. Kecerdasan
emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang
lain,kemampuan memotivasi diri sendiri,serta kemampuan mengolah emosi dengan
baik pada diri sendiri & orang lain. (Setiyo Nugroho)
Seseorang yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi mampu menyandarkan
jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang diperoleh sehingga ketenangan hati akan
muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberikan sinyal untuk menurunkan kerja
simpatis menjadi parasimpatis. Jika seseorang sudah tenang karena aliran darah
sudah teratur,maka seseorang akan dapat berfikir secara optimal (IQ) sehingga
lebih tepat mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati tidak cukup
dengan IQ dan EQ saja, tetapi SQ juga sangat berperan dalam diri manusia
sebagai pembimbing kecerdasan lain. Orang sukses tidak hanya cukup dengan
kecerdasan intelektual tetapi juga perlu kecerdasan emosional agar merasa
gembira,dapat bekerja dengan orang lain, punya motivasi kerja, dan bertanggung
jawab.Selain itu kecerdasan spiritual juga diperlukan agar merasa bertakwa, berbakti,
dan mengabdi secara tulus, luhur, dan tanpa pamrih.
Terlihat
bahwa untuk menghasilkan anak yang memiliki kecerdasan yang sempurna memang
tidak mungkin, tetapi bisa diusahakan agar mendekati. Bukankah sesuatu yang
sempurna hanyalah Tuhan? Sebagai manusia hanya dituntut untuk berusaha dengan
mengoptimalkan segala usaha lahir dan bathin.
Al Gazali dalam (M Fatih RS) telah
mebagi fase perkembangan anak menjdi 5 fase:
1.
Al Janin,
tingkat anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan setelah adanya
roh dari Alloh SWT, pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan dengan
istilah “prenatal” atau juga dapat dilakukan sebelum anak iyu menjadi janin
yang disebut dengan pendidikan “prakonsepsi”.
2.
Al Tifli,
tingkat anak-anak dengan memperbanyak latihan dan kebiasaan sehingga mengetahui
aktivitas yang baik dan buruk.
3.
Al Tamyis, yaitu
tingkat anak yang dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk, bahkan akal
pikirannya telah berkembang sedemikian rupa sehingga dapat memahami ilmu.
4.
Al-‘aqil,
yaitu tingkat manusia yang berakal sempurna bahkan akalnya berkembang secara maksimal sehingga mampu
menguasai ilmu dlaluri.
5.
Al-Auliya’
dan Al-Anbiya’, yaitu tingkat tertinggi pada perkembanganmanusia, bagi para Nabi ia telah mendapat ilmu pengetahuan lewatwahyu, dan bagi para Wali Ia mendapatkan ilmu
pengetahuan ilham danilmu laduni yang tidak dapat diberikan pada orang biasa.
Beberapa
sumber bahwa untuk mencerdaskan intelektual anak sejak dalam kandungan bisa
dilakukan mulai usia kandungan 4 bulan. Bagaimana caranya? Caranya adalah
dengan mendengarkan musik klasik, mengajak komunikasi, melakukan sentuhan,
serta mengkondisikan suasana hati agar tenang dan bahagia.
Menurut
Dr Ahmad Fauzin SpA, bahwa kecerdasan tergantung dari kualitas otak anak.
Sedangkan kualitas otak anak dalam kandungan dipengaruhioleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Perkembangan
dalam kandungan, meliputi kebutuhan nutrisi yang tercukupi dan tidak menderita
penyakit yang mengganggu perkembangan janin
2. Kasih
sayang atau penerimaan, baik dari sang ibu juga keluarga
3. Perhatian
penuh dari Sang Ibu: di tunjukkan dengan cara memberikan stimulus dan sentuhan
secara sengaja, mengkondisikan hati supaya tenang dan gembira karena secara
emosional akan terjadi kontak, jika ibunya senng dalam darahnya akan melepaskan
zat-zat rasa senang sehingga bayi dalam kandungan juga akan merasa senang, dan
sebaliknya. Juga memberikan stimuli berupa suara-suara elusan dan nyanyian yang
disukai ibu karena akan membangkitkan rasa senang.
C.
CARA
MENINGKATKAN KECERDASAN (EISQ)
Berikut merupakan tips
Tips Meningkatkan IQ, diantaranyamakan secara teratur,dan makan makanan yang
banyak mengandung nutrisi untuk kesehatan Otak, Istirahat yang cukup (tidur 8
jam setiap malam), motivasi diri untuk selalu optimis dan hilangkan rasa malas,
selalu berfikir positif, kembangkan keterampilan Otak dengan kegiatan puzzle, batasi
waktu yang tidak berguna,misalnya bermain secara berlebih.
Berikut merupakan tips
meningkatkan SQ diantaranya sering melakukan mawas diri dan renungkan mengenai
diri sendiri,kaitan hubungan dengan orang lain,serta peristiwa yang dihadapi, mengenali
tujuan,tanggung jawab, hak, dan kewajiban hidup, menumbuhkan kepedulian,kasih
sayang,dan kedamaian, mengambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan
sebagai jalan untuk meningkatkan mutu kehidupan, mengembangkan tim kerja dan
kemitraan yang saling asah-asih-asuh / jangan egois, belajar mempunyai rasa
rendah hati di hadapan Allah dan sesama manusia.
Berikut Tips Meningkatkan
EQ diantaranya memahami dan merasakan perasaan diri sendiri, selalu mendidik
diri agar dapat bertahan dalam situasi sulit, menghadapi dunia luar tanpa rasa
takut, berusaha untuk memecahkan masalah sendiri, menumbuhkan rasa percaya diri
dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, menanamkan rasa hormat pada orang
lain,kerja sama, dan semangat kerja tim, jangan menilai atau mengubah perasaan
terlalu cepat / plin-plan / tidak punya pendirian, Jangan mudah menyerah, dan yakin
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di bagian sebelumya dapat disimpulkan bahwa untuk menjadikan
seseorang cerdas secara sempurna atau mendekati sempurna membutuhkan proses
yang tidak hanya lama tetapi juga telaten, syarat ilmu, dan penuh perjuangan.
Sejak dalam kandungan, biasakan ibu untuk mendengarkan hal hal yang baik
misalnya lantunan ayat suci, musik klasik yang nyaman. Biasakan pula untuk
mengajak komunikasi untuk mencurahkan kasih sayang. Biasakan menjaga hati dan
emosi karena secara langsung dapat mempengaruhi kondisi hati dan emosi bayi.
Selain usaha fisik berupa makan makanan bergizi dan halal, periksa ke dokter
kandungan, berolahraga, dan sebagainya.
Bahwa
tidak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna sudah mengindikasikan bahwa makalah ini-pun jauh dari sempurna.
Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan juga bagi pembaca
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Ahmad Fauzin, SpA. Menyiapkan Bayi Cerdas
Sejak Dalam Kandungan. Diakses di : http://www.mitrakeluarga.com/waru/menyiapkan-bayi-cerdas-sejak-dari-dalam-kandungan
Agung Rahma. Filsafat Tentang Manusia.Diakses di : http://xiahougunkz.
blogspot. com/ 2013/01/pandangan-filsafat-tentang-manusia.htmlPANDANGAN
Muhammad
Fatih Syadzili. Tinjauan Filosofis Anak
Didik. http://www.academia.edu/3861014/
TINJAUAN_FILOSOFIS_ANAK_DIDIK_Oleh_Muhamad_Fatih_Rusydi_Syadzili_Pengantar
Setiyo Wibowo. Pengertian
IQ, SQ, EQ. http://setiyo11.heck.in/kecerdasan-intelektual-spiritualdan-emos.xhtml
Setiyo Wibowo. Tips
Meningkatkan IQ,SQ,DAN EQ. http://setiyo11.heck.in/kecerdasan-intelektual-spiritualdan-emos.xhtml
Setiyo Wibowo.Keterkaitan IQ,SQ,DAN EQ. http://setiyo11.heck.in/kecerdasan-intelektual-spiritualdan-emos.xhtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar